Monday, January 19, 2009

Day 25

Life in the Fast Lane: Are You Into F1?
“Life in the Fast Lane” adalah tema iklan satu halaman di koran The Straits Times dari Singapura. Huruf-huruf “Fast Lane”-nya dibuat dari karakter bendera start-nya lomba Formula One (F1) yang dikombinasikan dengan ikon “forward” (segitiga dengan ujung menghadap ke kanan) yang biasa terdapat pada produk-produk elektronik. Sementara model yang memeragakan adalah anak muda dengan jas eksekutif yang sedang memasang tuksedonya.
Anda bisa menebak, iklan apa ini? Ternyata, iklan ini merupakan promosi dari toko ritel ternama, TANGS, di Vivo City dan Orchard Road, dua kawasan belanja yang populer di Singapura. Nampaknya yang menjadi primary target market-nya adalah wanita, karena disebutkan adanya diskon sebesar 20% jika berbelanja perlengkapan wanita. Selain itu, ada juga program yang diberi nama “TANGS Pitstop” yang memberikan layanan manikur, pijat kepala dan bahu, serta penataan rambut secara cepat.
Lantas, apa yang istimewa dari iklan ini? Saya melihat ini sebagai upaya mati-matian dari sebuah toko ritel untuk memahami kebutuhan pelanggannya. TANGS juga dengan cerdik memanfaatkan momentum F1 Singapura pada akhir September ini yang pastinya akan menarik minat jutaan orang, terutama para F1-mania.
Para F1-mania ini memang punya karakteristik tersendiri. Coba saja Anda perhatikan, mereka memang sangat antusias melihat mobil F1 yang melaju dengan kecepatan sangat kencang di lintasan balap. Namun, lebih dari itu, buat saya hal ini seolah merupakan indikasi bahwa para F1-mania ini memang senang terpacu untuk berkompetisi dengan kecepatan tinggi seperti itu. Memang, kalau dianalisis lebih lanjut, ada orang-orang tertentu yang terobsesi dengan kecepatan. Orang-orang seperti ini punya kebutuhan psikologi yang berbeda dengan orang lain.
Sebuah artikel di Discovery Channel yang berjudul “If you want to understand the need for speed, take a look at your genes!” menguraikan bahwa orang-orang yang senang balapan memang secara biologis punya gen yang berbeda. Gen ini membuat orang-orang tersebut punya toleransi yang lebih tinggi terhadap tingkat stres, risiko, dan kecemasan yang biasanya diasosiasikan dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Jadi, orang-orang seperti para F1-mania ini nyatanya memang berbeda. Dengan memahami pelanggan luar-dalam seperti ini, maka para marketers pun bisa menyusun strategi pemasarannya sesuai dengan karakter pelanggan yang ditujunya.
Ajang balapan F1 tadi misalnya, dimanfaatkan oleh banyak merek yang punya brand personality yang sesuai dengan kepribadian para F1-mania.Contohnya seperti Intel T-Mobile yang menjadi sponsor tim BMW Sauber. Tentu merek prosesor ini ingin diasosiasikan memiliki kecepatan pengolahan data seperti kecepatan laju mobil-mobil F1. Atau Vodafone yang menjadi sponsor tim Ferrari dan Mercedes-Benz. Operator seluler global ini tentu ingin diasosiasikan memiliki kecepatan pengiriman data untuk layanan 3G-nya secepat laju mobil Lewis Hamilton atau Fernando Alonso misalnya.
Dengan pemahaman seperti inilah, maka para sponsor tadi tidak segan-segan membelanjakan jutaan dollar uangnya di arena F1. Mereka yakin bahwa exposure mereknya akan mendapatkan hasil yang maksimal. Bagaimana tidak, rata-rata ada sekitar 55 juta orang dari seluruh penjuru dunia yang menyaksikan balapan F1 ini setiap serinya secara langsung lewat televisi!
Sekali lagi ini menunjukkan pentingnya memahami pelanggan kita luar-dalam. Bukan sekadar yang berupa angka statistik, namun juga pemahaman akan nilai-nilai dan kepribadian pelanggan. Tanpa pemahaman yang dalam, bisa-bisa kita membuat strategi pemasaran yang salah atau membidik pelanggan yang tidak tepat.
Ada satu hal lagi yang tidak kalah penting. Lomba balap F1 ini juga memberikan inspirasi bahwa di era New Wave Marketing semua orang perlu bergerak dengan sangat cepat.
Bill Gates sudah pernah menguraikan panjang-lebar soal ini sekitar 10 tahun lalu dalam bukunya Business @ the Speed of Thought. Menurut Bill Gates, karena pesatnya perkembangan teknologi, kecepatan bisnis pun terus meningkat dengan amat pesat. Dan, untuk bisa bertahan, perusahaan harus membangun sebuah infrastruktur yang mampu mengalirkan informasi dengan cepat untuk bisa segera direspons.
Bill Gates menamakan infrastruktur seperti ini sebagai “sistem saraf digital” atau “digital nervous system.” Jadi, layaknya sistem saraf manusia, sebuah bisnis harus bisa merespons dengan seketika saat mendapatkan “rangsangan” dari luar.
Dalam konteks pelanggan, ini berarti marketers harus bisa “membaca” dan memahami pelanggan bukan hanya dengan tepat, tapi juga cepat. Karena kemajuan teknologi di era New Wave Marketing ini membuat pelanggan bisa berubah dengan seketika tanpa kita sadari.

0 comments:

Blog Archive


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Ebook Download